Setiap tahun, smartphone flagship selalu hadir dengan inovasi baru. Bentuk yang semakin menarik, kemampuan komputasi yang semakin cepat, dan tidak pernah ketinggalan kamera yang diklaim semakin baik hasilnya.
Setiap vendor, berusaha tampil maksimal dan mengolah sedemikian rupa smartphone unggulannya, supaya tampil paling superior di antara yang lain.
Menurut Pew Research Center, 92% pengguna smartphone menggunakannya untuk mengambil foto, dan 80% menggunakannya untuk mengirim foto.
Data ini meneguhkan mengapa semua smartphone vendor senantiasa menjagokan hasil kamera sebagai salah satu unggulan. Bahkan terkadang ada vendor smartphone yang berani sampai mengatakan kalau hasil foto mereka setara, bahkan mengalahkan kamera profesional DSLR.
Mengetahui kamera smartphone menjadi salah satu alasan utama konsumen memilih smartphone, membuat smartphone mid-end dan low-end sekalipun tidak ketinggalan mempromosikan kemampuan kamera smartphonenya. Walau terkadang terasa berlebihan dengan mengatakan hasil kameranya yang biasa-biasa saja, dengan hiasan kata-kata 'amazing camera', 'superior camera', dan lainnya.
Mengambil foto sekarang ini memang terasa semakin esensial dengan keberadaan smartphone. Rata-rata setiap orang mengambil 123 foto setiap tahun, dengan total 880 miliar foto dihasilkan setiap tahun, bahkan dikabarkan 25 miliar foto di-upload ke Facebook setiap tahunnya.
Kamera profesional seperti DSLR memiliki keunggulan dibandingkan keterbatasan kamera smartphone, misalnya pada ukuran lensa dan ukuran sensor kamera. Padahal dua hal ini menjadi bagian utama yang menentukan kualitas hasil kamera. Ukuran sensor kamera profesional DSLR full frame, bisa 36-40 kali ukuran sensor kamera smartphone.
Smartphone sendiri sebenarnya menghadapi kontradiksi, semakin lama dituntut semakin tipis, ringan, mudah dibawa dan dimasukkan ke dalam saku, tetapi sekaligus dituntut memiliki hasil kamera yang semakin baik. Padahal dengan ukuran yang tipis, sangat sulit dan hampir tidak mungkin membenamkan sensor yang besar, dan lensa yang cukup.
Tapi ternyata keterbatasan ini dan tuntutan konsumen, membuat para vendor smartphone benar-benar mencari cara untuk berinovasi lebih lanjut pada kualitas kamera smartphone. Hasilnya, setiap tahun perolehan skor hasil foto dari kamera smartphone semakin meningkat.
Di tahun 2015, terasa semakin banyak vendor yang sanggup membuat kamera smartphone dengan hasil yang sangat baik. Data dari DxOmark, sebuah situs yang dipercaya sebagai benchmark kualitas kamera di dunia, memperlihatkan perkembangan kemampuan kamera smartphone yang setiap tahun semakin berkembang drastis, dan kualitas fotonya semakin mendekati kualitas ideal.
Industri yang Berubah
Dalam perkembangannya, kamera smartphone yang praktis dan semakin baik kualitasnya akhirnya berefek mengubah peta industri kamera. Kamera saku sekarang terasa terkena imbas terbesar akibat kehadiran smartphone. Dimana-mana kita melihat orang mengambil foto, bahkan ketika pergi berlibur atau menghadiri acara khusus, mereka merasa cukup dengan kamera smartphone, dan tidak lagi merasa perlu menenteng kamera saku.
Salah satu keunggulan dari kamera smartphone adalah fungsinya sebagai kamera point and shoot, tinggal keluarkan, bidik, dan foto langsung didapat.
Kamera smartphone juga senantiasa mudah diakses, karena selalu berada bersama si pengguna, entah di saku, entah di dalam tas. Kemudahan penyimpanan foto dan membagikannya di sosial media, menjadi nilai lebih yang sulit ditandingi kamera dalam bentuk lain. Intinya, ketika diperlukan, kamera smartphone selalu ada.
Keunggulan tersebut, point and shoot, membuat kamera smartphone dituntut memiliki fitur yang lebih khusus, yaitu kecepatan akses untuk membuka aplikasi kamera, kecepatan fokus, dan hasil yang bagus dalam mode auto.
Selain menghasilkan foto yang semakin bagus, kecepatan untuk mengakses kamera dan fokus ini terus berkembang di kamera smartphone, dan menjadi salah satu unggulan yang coba dipamerkan para vendor.
Kita mengenal berbagai cara mengakses kamera dengan cepat pada smartphone, bahkan saat smartphone dalam keadaan masih mati dan terkunci. Misalnya double tap pada home button di Samsung, melakukan gerakan double twist pada smartphone Motorola dan Google Nexus, double chop, menggerakkan kamera seperti sedang memotong, menekan tombol shutter kamera pada smartphone Sony, menahan tombol volume bawah pada smarphone LG, dll.
Pada saat melakukan fokus ketika akan mengambil foto, kita merasakan ada smartphone yang memiliki fokus yang cepat, dan ada yang membutuhkan waktu cukup lama untuk fokus. Fokus yang cepat ini sekarang terasa penting, apalagi pada smartphone flagship. Karenanya setiap vendor mencoba membuatnya semakin cepat.
Ada banyak pilihan untuk vendor memilih auto fokus yang menurut mereka cocok pada teknologi smartphonenya, apakah menggunakan metode konvensional, laser autofocus, light assist autofocus, PDAF, dan yang terbaru, diperkenalkan oleh Samsung di Galaxy S7, dinamakan Dual Pixel autofocus. Mari kita lihat bagaimana sebenarnya cara masing-masing autofocus ini bekerja pada kamera smartphone.
Cara Kamera Smartphone Bekerja
Untuk memahami auto fokus, pertama kita melihat bagaimana cara kamera smartphone bekerja mengambil gambar. Sebenarnya fotografi atau dalam istilah aslinya photograph, berasal dari dua kata photo+graph, photo berarti cahaya, dan graph artinya menggambar. Jadi fotografi intinya mendapatkan hasil gambar dari 'menangkap' cahaya, atau dalam istilah fisika mengubah cahaya menjadi sinyal elektrik.
Saat kamera diaktifkan, cahaya dari objek foto (semua objek bisa terlihat karena memantulkan cahaya), diterima oleh lensa kamera yang terdiri dari berlapis-lapis lensa, kemudian diteruskan sampai mengenai image sensor. Image sensor ini peka terhadap cahaya, tetapi tidak bisa membedakan warna cahaya, jadi di depannya perlu diberi lapisan filter yang dikenal sebagai Bayer filter atau mosaic filter. Ketika melewati bayer filter ini, cahaya dikelompokkan menjadi warna dasar, RGB (Red-Green-Blue) atau Merah, Hijau dan Biru.
Hasil kompilasi dari warna cahaya yang dikumpulkan image sensor, dikirimkan ke ISP (Image Signal Processor), untuk diolah dan disimpan sebagai gambar yang bisa kita lihat.
Sama seperti prinsip mata kita bekerja, untuk gambar bisa menjadi jelas, cahaya yang tiba di image sensor (retina pada mata), harus dalam titik fokus. Untuk mendapatkan titik fokus ini pada kamera smartphone, lapisan lensa pada kamera smartphone perlu digerakkan supaya mendapatkan titik fokus.
Walaupun berukuran kecil, ternyata kamera smartphone memiliki VCM (Voice Coil Motor), yang dengan prinsip kerja magnetik, menggerakkan posisi lensa kamera untuk mendapatkan fokus. Seberapa jauh jarak gerak maju mundur lensa yang tepat untuk mendapatkan fokus, didapat dari data metode auto fokus yang dipilih.
Teknologi Autofocus
Setiap metode auto fokus, ternyata memilki kelebihan dan kekurangannya, dan setiap kekurangan berusaha terus diatasi untuk mendapatkan metode auto fokus yang lebih sempurna. Ini beberapa contoh teknologi auto fokus yang digunakan pada kamera smartphone:
-. Contrast Autofocus
Cara auto fokus ini termasuk konvensional, tetapi masih banyak diandalkan smartphone, terutama sebagai backup. Ketika cahaya diterima lensa, lensa bergerak maju dan mundur sampai mendapatkan kontras yang paling tinggi, dan menetapkannya sebagai titik fokus.
Cara auto fokus ini paling sederhana, hanya saja bekerjanya lambat, dan terkadang tidak terlalu tepat, apalagi di tempat yang temaram.
-. Laser Autofocus
Cara auto fokus aktif ini menembakkan sinar laser kepada objek foto, dan dari pantulan sinar tersebut, kamera mengetahui jarak objek secara real.
Auto fokus dengan cara ini sangat cepat dan tepat, dan bisa bekerja baik di tempat temaram atau gelap. Kekurangan dari cara fokus ini, efektifitas jaraknya pendek, dan tidak bisa bekerja untuk objek yang jauh dan besar, misalnya foto landscape, foto area terbuka, dll, karena pantulan sinar laser sudah sulit diterima kembali untuk mengetahui jarak.
Laser autofocus ini di antaranya digunakan oleh jajaran smartphone LG (G3,G4 dan G5), Google Nexus (5x dan 6P), Oppo R7 plus, OnePlus 2, dll
Prinsip yang mirip dengan Laser Autofocus adalah Light Assist Autofocus,yang memberi penerangan cepat pada objek, supaya lensa bisa 'melihat' objek dan mengetahui jarak fokus. Cara auto fokus dengan light assist ini biasanya lebih berguna untuk foto di low light dengan jarak objek yang tidak jauh.
Cahaya yang digunakan bisa infra red atau memanfaatkan blitz pada kamera, yang berkedip seperti lampu strobo. Cara auto fokus ini tidak cocok untuk foto candid atau pada binatang, karena sinar yang dikeluarkan menyita perhatian.
-. PDAF (Phase Detection Autofocus)
Sinar yang masuk ke lensa dibedakan menjadi dua bagian, sinar dari lensa di sisi kanan dan sisi kiri. Ketika sinar ini jatuh ke image sensor, image sensor mendeteksi tahap perbedaan sinar dari sisi kiri dan sisi kanan lensa, seberapa jauh tahap perbedaan ini, dan menetapkan titik temu fokus yang seharusnya.
PDAF auto fokus ini menghasilkan fokus yang cepat dan tepat, tidak masalah objek dekat atau jauh dan besar atau di ruang terbuka. Sayangnya karena mengandalkan cahaya, auto fokus ini akan bekerja lebih lambat di ruangan temaram atau lowlight, karena cahaya yang diterima oleh image sensor lebih sedikit.
PDAF ini banyak digunakan oleh smartphone yang kita kenal, seperti Samsung, iPhone, Sony, dll.
-. Hybrid autofocus
Melihat cara auto fokus di atas, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Untuk itu banyak smartphone menggunakan dua cara autofocus untuk mengatasi kekurangannya, yang dikenal sebagai hybrid autofocus. Misalnya Laser Autofocus digabung dengan Contrast Autofocus, dimana saat laser autofocus tidak bisa bekerja memotret landscape, maka contrast autofocus mengambil alih cara mendapatkan fokus.
-. Dual Pixel Autofocus
Cara fokus yang baru ini pertama diperkenalkan oleh Canon pada produk kamera DSLR-nya, EOS 70D. Kini cara yang sama ditransformasi oleh Samsung untuk digunakan pada smartphone terbarunya, Galaxy S7 dan Galaxy S7 Edge.
Prinsip kerjanya sebenarnya mirip dengan PDAF, memisahkan cahaya dari sebelah kiri dan kanan lensa, kemudian melihat perbedaannya saat diterima oleh image sensor.
Cara lebih mudah memahami PDAF yang lebih lanjut ini, kita membayangkan cahaya yang dipisahkan masuk dari kiri dan kanan lensa, adalah seperti cara mata kita bekerja. Mata kiri dan mata kanan sebenarnya menerima informasi gambar yang berbeda, karena terdiri dari dua buah optik.
Ketika retina (image sensor) menerima gambar dari mata kiri dan kanan, otak mengolahnya dan mengetahui perbedaan sinyal cahaya dari mata kiri dan mata kanan, kemudian menggerakkan lensa mata untuk mendapatkan fokus.
Mengapa PDAF standar memiliki kelemahan autofocus untuk kondisi cahaya yang temaram atau low light? Ternyata ini disebabkan karena hanya 5% bagian dari image sensor yang ukurannya kecil digunakan untuk mendeteksi cahaya. Ukuran image sensor pada smartphone hanya sekitar 5 mm x 4 mm. Jika hanya 5% bagian yang digunakan untuk mendeteksi PDAF, maka hanya 1 mm persegi bagian dari image sensor yang digunakan, dan area sekecil itu memang akan sulit untuk menampung cahaya saat temaram atau low light.
Pada teknologi Dual Pixel Autofocus, 100% image sensor digunakan untuk menangkap cahaya, sekaligus untuk menentukan perbedaan antara cahaya dari kiri dan cahaya dari kanan. Tidak lagi ada bagian image sensor yang dipisahkan untuk menjadi sensor PDAF. Ini berarti 20 kali lebih banyak cahaya bisa dideteksi sensor, dibandingkan dengan model PDAF konvensional, yang hasil akhirnya membuat auto fokus di tempat temaram bukan hal yang sulit lagi.
Selain membuat auto fokus menjadi cepat dan tepat dan tetap bisa bekerja di lowlight, teknologi Dual Pixel juga bisa bekerja dengan baik pada mode video.
Kalau kita perhatikan kamera smartphone yang kita gunakan sekarang, misalkan saat membidik dua objek yang berbeda jarak, dekat dan jauh, saat mode kamera dijalankan, auto fokus bisa lebih cepat berpindah dari objek yang dekat ke objek yang jauh saat kamera diarahkan berpindah fokus.
Perpindahan fokus ini akan menjadi lebih lambat ketika kita berpindah ke mode video. Ini disebabkan karena mode auto fokus pada video, biasanya berpindah ke mode konvensional karena beban pada image sensor. Dengan Dual Pixel autofocus, pada mode video teknologi ini tetap bisa digunakan sehingga perpindahan fokus pada video tetap cepat.
Dual Pixel Autofocus yang cepat juga cocok digunakan untuk mengambil foto dari objek yang bergerak. Biasanya objek yang sulit diam, seperti anak kecil yang selalu bergerak atau hewan peliharaan, ketika difoto cenderung buram karena kecepatan auto fokus tidak bisa mengimbanginya. Dengan Dual Pixel Autofocus yang cepat, gambar yang buram bisa diminimalisir.
Foto yang Instan
Untuk pengguna smartphone yang senantiasa ingin kamera smartphone yang cepat, selain fokus, mempertimbangkan juga 3 tahapan mengambil foto yang dibutuhkan, agar momen bisa didapat secara instan.
Pertama bisa mengakses dengan cepat aplikasi kamera dari kondisi apapun, baik smartphone sedang digunakan atau tidak digunakan. Kedua, fokus yang cepat dan tepat di segala kondisi pemotretan, ketiga, saat tombol shutter ditekan, smartphone harus bisa menyimpan hasil gambar tersebut dengan cepat atau instan, kemudian kamera harus segera siap untuk mengambil gambar berikutnya.